Pria Bakar Diri di Depan Istana

Peristiwa bakar diri di depan Istana Kepresidenan merupakan peristiwa yang baru pertama kali terjadi. Memang belum jelas benar apa pesan yang hendak disampaikan korban, karena memang teman-teman aktivis sendiri tidak mendapatkan informasi apa pun berkaitan dengan tindakan nekad yang dilakukan oleh Sondang.

Namun pilihan tempat aksi bakar diri di depan Istana pasti mempunyai pesan yang khusus. Dalam aksi yang biasa terjadi di negara-negara lain, pesan itu biasanya ditujukan kepada pemerintah atas hal-hal yang selama ini tidak dipedulikan dan pelaku ingin agar pemerintah segera memperbaikinya.

Aksi bakar diri merupakan cerminan sikap frustasi atas aspirasi yang tidak pernah terperhatikan. Ketika orang melakukan tindakan bunuh diri, itu merupakan pilihan terakhir atas segala sesuatu yang ia yakini tidak ada lagi jalan keluar pemecahannya.

Atas dasar itulah kematian Sondang Hutagalung dengan membakar diri di depan Istana Kepresidenan tidak bisa dianggap sebagai peristiwa biasa. Harus dicari tahu akar persoalannya dan ditangkap pesan di balik aksi nekad yang dilakukannya itu.

Sekarang yang pertama harus diketahui siapa sebenarnya pelaku aksi bakar diri tersebut. Apakah memang benar ia adalah Sondang Hutagalung seperti yang diperkirakan atau orang yang lain. Ini penting untuk bisa mengungkap motif di belakang aksi bunuh diri tersebut.

Setelah diketahui secara jelas identitas korban, polisi bisa mengorek keterangan dari teman-teman dekat sang korban. Terutama mereka yang paling akhir sempat bertemu korban sebelum ia melakukan aksi seorang diri di depan Istana itu. Apa sebenarnya yang menjadi kegundahan korban dan apa sebenarnya ia sedang perjuangkan.

Pengungkapan kasus bakar diri di depan Istana penting untuk mencegah aksi seperti itu dijadikan mode. Istana tidak boleh menjadi tempat tindakan bunuh diri, karena itu akan mudah menjadi berita internasional, karena tempatnya yang tidak lazim.

Sambil kita menunggu pengungkapan latar belakang tindakan bunuh diri itu, kita harus berani menerima kenyataan bahwa di samping kemajuan yang dicapai sebagai bangsa, ada juga hal yang masih tertinggal untuk kita selesaikan. Terutama yang berkaitan dengan pemerataan kesejahteraan. Masih banyak kelompok masyarakat yang tidak ikut menikmati kemajuan yang telah kita capai.

Mereka seringkali kita tidak terlalu hiraukan. Bahkan ketika mereka sudah berteriak kencang pun, kita tidak terlalu memperhatikannya. Akibatnya mereka merasa tidak dipedulikan dan bahkan merasa ditinggalkan.

Indikasi itu tidak hanya bisa dilihat dari aksi bakar diri yang dilakukan di depan Istana. Kita mengetahui ada anak sekolah dasar yang sampai memilih bunuh diri, karena tidak bisa melanjutkan sekolahnya. Padahal program pendidikan sembilan tahun merupakan kewajiban yang harus diberikan negara kepada warganya.

Kita sudah bersepakat, sebagai bagian untuk memperbaiki kualitas pendidikan rata-rata seluruh warga bangsa, kita mewajibkan semua orang untuk menyelesaikan pendidikan sampai tingkat sekolah menengah pertama. Untuk itu negara memberikan pendidikan gratis dan hingga sembilan tahun masa pendidikan pertama semua warga bebas membayar biaya sekolah.

Kenyataannya, tidak semua warga bangsa bisa menikmatinya. Bahkan kewajiban negara untuk memberikan pendidikan dasar sembilan tahun dalam praktiknya tidak bisa berjalan dengan sepenuhnya. Indeks Pembangunan Manusia yang dikeluarkan lembaga dunia menunjukkan bahwa rata-rata orang Indonesia menjalani pendidikan hanya 5,8 tahun.

Ketika kenyataan itu mengena pada kelompok masyarakat yang frustasi, maka ekspresinya bisa menjadi bunuh diri. Mereka merasa tidak lagi mempunyai pilihan untuk bisa menjalani hidup, karena tidak ada harapan yang bisa mereka dapatkan.

Oleh karena itu kita berulangkali menyampaikan bahwa tugas dari negara dan juga pemerintah terutama memperhatikan kelompok masyarakat yang tertinggal, kelompok masyarakat yang termarjinalkan. Pemerintah harus hadir untuk membela kepentingan mereka dan sebisa mungkin memenuhi kebutuhan mereka.

Pemerintah tidak perlu lalu memperhatikan kelompok menengah ke atas. Mereka sudah tahu jalannya untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Dengan informasi dan jaringan yang mereka miliki, kelompok itu mampu untuk terus meningkatkan kesejahteraan hidup mereka.

Dengan membangun rasa solidaritas, pemerintah bisa membangkitkan sikap saling tolong menolong di antara masyarakat. Pemerintah bisa meminta mereka yang lebih beruntung untuk membagikan kemakmuran baik melalui cara formal yakni dengan membayar pajak maupun yang tidak formal yakni memberi bantuan kepada kelompok masyarakat yang tertinggal.

Kita jangan hanya terlena kepada keberhasilan yang telah bisa dicapai oleh bangsa ini. Masih banyak hal yang harus kita kerjakan untuk membawa kemajuan yang lebih tinggi. Caranya adalah dengan terus membangunkan harapan, terutama kepada mereka yang masih jauh tertinggal di belakang.

0 comments:

Posting Komentar

Site Stat !